Sunday, April 10, 2011

Takuya Hasegawa :Jangan Meramal Gempa, Jangan Panik!


PADANG - Ia telah dilamun gempa sejak kecil. Karena itu, kepada warga Padang, warga Jepang ini mengingatkan agar jangan saling takut-menakuti.
“Kami di Jepang saling belajar, mengasihi dan tidak percaya dengan ramalan, prediksi atau apapun, sebab sering tak terbukti, tapi kami sangat siap menyelamatkan diri jika gempa datang,” kata Takuya Hasegawa mahasiswa S3 Tsujuba University, Jepang, di Harian Singgalang, kemarin. Ia tengah melakukan penelitian untuk disertasinya di Sumbar.
Siapa yang tak takut gempa, apalagi dengan skala yang cukup besar. Masyarakat Sumbar umumnya sudah trauma dengan gempa 30 September 2009 lalu dengan kekuatan 7,9 skala richter. Namun sebenarnya kunci menghadapi gempa adalah jangan panik.
Menurut dia, Jepang pasca gempa bumi 1 September 1923, telah belajar banyak. Saat itu, korban jiwa paling sedikit 105.385 orang, 37.000 orang hilang yang diperkirakan tewas serta kebakaran di mana-mana. Musibah itu, takkan dilupakan Bangsa Jepang.
Jika dibandingkan gempa Jepang 1923, gempa 30 September kemarin belum seberapa. Di Jepang, katanya gempa adalah ‘makanan rutin’ yang datang hampir sekali dua bulan.
Di Jepang, ucapnya, tidak menggunakan skala richter sebagaimana digunakan secara umum untuk mengukur kekuatan gempa. Mereka memakai istilah sendiri yakni shindo dengan skala 1-7.
“Kalau gempa 30 September kemarin sekitar 4 shindo, saya kebetulan sedang berada di Padang,” katanya. Ia sudah merasakan gempa 4,5 dan 6 shindo. Waktu itu, ia sedang di atas angkot hendak menuju Pasar Raya. Waktu gempa terjadi, ia turun dan kembali ke rumahnya di Duku. Orang lari lintang pukang ke By Pass, ia berjalan kaki ke rumahnya. Ia lihat negeri ini panik.
Menurut dia, saat ini di Jepang, seluruh sekolah mengajarkan bagaimana menghadapi gempa kepada murid-muridnya, bukan menakut-nakutinya. Sejak dini, kepada siswa ditanamkan istilah OHaShi (osanai, hashiranai, shaberanai).
Osanai artinya jangan saling mendorong atau berdesakan. Ini dimaksudkan agar saat gempa terjadi tidak timbul kepanikan akibat saling dorong.
Hashiranai artinya jangan lari, dimaksudkan agar menghadapi gempa dengan tenang. Yang lebih berbahaya lagi jika lari dengan kendaraan, seperti motor dan mobil lalu kebut-kebutan.
“Saya lihat pada gempa kemarin, banyak sepeda motor dan mobil yang ngebut. Itu justru lebih berbahaya dari gempa. Banyak kecelakaan yang timbul sesudah gempa akibat ngebut itu,” katanya.
Sementara shaberanai artinya jangan bicara atau ribut. Maksudnya agar bisa mendengar instruksi yang diberikan pihak berwenang tantang informasi gempa dan apa yang harus dilakukan saat itu.
Untuk evakuasi, katanya, di Jepang bangunan sekolah adalah lokasi yang paling dicari jika gempa terjadi. Sebab, seberapapun kuatnya gempa, gedung sekolah di Jepang tidak akan roboh.
“Bangunan sekolah adalah tempat evakuasi jika terjadi gempa. Sekolah di Jepang sudah dirancang untuk menghadapi gempa dengan kekuatan berapa pun,” katanya.

Tsunami
“Tsunami itu bahasa saya, Bahasa Jepang,” kata dia. Di Jepang jarang sekali terjadi tsunami. Kalau pun terjadi, jangkauannya ke darat paling hanya 1-2 meter saja. Tsunami Aceh kata dia, menurut analis di Jepang, itu kejadian luar biasa, siklus 200 tahunan.
Ia memprediksi, kalau di Padang, paling-paling tsunami yang akan terjadi hanya mencapai jarak 100-200 meter saja dari bibir pantai. “Ketinggiannya pun tak lebih dari 2 meter dan tak sampai ke kantor Singgalang,“ katanya.
Yang penting, ucapnya, jika terjadi gempa dengan potensi tsunami, jangan panik dan segera cari bangunan tinggi sebagai tempat evakuasi.

sumber : http://www.hariansinggalang.co.id/sg...berita&id=1216

Awan Pertanda Gempa



Ada jenis-jenis awan yang muncul beberapa saat sebelum gempa datang. Mengapa awan tersebut terbentuk? Sandaran ilmiahnya belum diketahui, tapi diduga awan tersebut dipengaruhi oleh arus magnetik yang muncul akibat pergeseran lempeng bumi tempat terjadinya gempa.

Inilah bentuk-bentuk awan tersebut. Makanya kalau ada awan seperti ini bisa jadi akan terjadi gempa.




Awan di bawah ini diambil sebelum dan setelah terjadi gempa besar tgl 11 Maret 2011 di Jepang.

Diambil tgl 9 Maret 2011 dari Kota Kanazawa


Diambil tgl 15 Maret 2011

Link youtube di bawah ini memperlihatkan jenis awan seperti pertanda gempa, tapi belum jelas apakah hanya awan bekas pesawat lewat. Diambil tgl 11 maret 2011
http://www.youtube.com/watch?v=JhM91yd8QD0&feature=related

Friday, April 8, 2011

2 Orang Tewas dan 100 Luka Akibat Gempa Jepang

Dari detik.com
Tokyo
- Setelah beberapa jam berlalu, korban jatuh akibat gempa Jepang 7,4 SR terdata. Televisi NHK melaporkan, dua orang tewas dan 100 orang terluka.

Demikian dikutip dari AFP, Jumat (8/4/2011). Gempa tersebut terjadi pukul 23.32 waktu setempat atau sekitar pukul 21.32 WIB, Kamis (7/4). Sedangkan USGS mencatat gempa itu berkekuatan 7,1.

Awalnya BMKG Jepang mengeluarkan peringatan tsunami. Namun akhirnya peringatan tsunami ini dicabut pukul 00.55 waktu setempat, atau pukul 22.55 WIB. Daerah prefektur Miyagi, Aomori, Iwate, Fukushima dan Ibaraki pun dinyatakan aman.

Ini merupakan gempa susulan dari gempa utama pada 11 Maret 2011 yang disertai tsunami. Musibah bulan itu menewaskan sedikitnya 12.500 orang.

Wednesday, April 6, 2011

Sumut Dilanda Gempa, Tak Berpotensi Tsunami

Jakarta - Sebuah gempa berkekuatan hampir 6 SR mengguncang barat laut Sumatera Utara (Sumut). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tidak merilis peringatan terjadinya tsunami pasca gempa tersebut.

Berdasarkan informasi BMKG, Rabu (6/4/2011), gempa terjadi pada pukul 21.01 WIB dengan kekuatan 5.9 SR. Pusat gempa berada di 67 Km barat laut Gunung Sitoli.

Data berbeda dikeluarkan oleh US Geological Survey (USGS). Dikatakan, gempa itu berkekuatan lebih rendah, yakni 5,8 SR dan terjadi dalam jarak 190 Km dari Sibolga.

Laporan sementara mengatakan, tidak ada kerusakan dalam kejadian tersebut. USGS juga tidak merilis potensi terjadinya tsunami pasca gempa di malam hari ini.

Tuesday, April 5, 2011

Gempa 5,4 SR di Ujungkulon Tak Berpotensi Tsunami

Dari detik.com
Jakarta
- Gempa 5,4 SR yang berpusat di 83 km tenggara Ujungkulon atau 164 km barat daya Jakarta, tidak berpotensi tsunami. Demikian informasi dari BMKG, Selasa (5/4/2011).

Goyangan gempa ini dirasakan oleh para pekerja kantoran di gedung-gedung pencakar langit di Jakarta. Gempa ini berpusat di kedalaman 23 km.

Sejumlah pembaca detikcom melaporkan gempa tersebut. "Daerah Kampung Jawa, Leuwiliang, Bogor, ada getaran gempa kecil, hanya beberapa detik," lapor Femy lewat Info Anda.

"Telah terjadi gempa bumi di daerah Serang, Banten sekitar 3 menit yang lalu," tulis pembaca lainnya.

Monday, April 4, 2011

Gempa Cilacap Diduga Terpicu Gempa Pangandaran 2006

Jakarta - Gempa yang disusul tsunami di Pangandaran pada 2006 lalu masih menyisakan pergerakan-pergerakan lempeng di sekitarnya. Diduga, gempa berskala 7,1 SR di Cilacap dini hari tadi terpicu gempa Pangandaran 2006 lalu yang berkekuatan 6,8 SR.

"Saya menduga ini terpicu seismik 2006. Seismik informasi masih berlangsung sampai sekarang dan beberapa tahun ke depan. Namun aktivitas ini tidak selalu memicu gempa," ujar ahli gempa dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwan Meilano, dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (4/4/2011).

Dia menambahkan, titik pusat gempa ini berdekatan dengan titik gempa Pangandaran 2006. Meski demikian, gempa Cilacap berbeda dengan gempa Pangandaran.

"Lokasi gempa tadi pagi memang berdekatan dengan gempa Pangandaran. Lokasinya tepat di bagian paling atas gempa susulan 2006," sambung peraih doktor ilmu bumi dari Universitas Nagoya, Jepang, ini.

Irwan menganalisa, gempa Cilacap dini hari tadi terjadi sebagai tahapan dari postseismic gempa Pangandaran 2006. Deformasi pasca gempa 2006 diduganya masih berlangsung hingga kini.

"Gempa tadi pagi berbeda dengan gempa Pangandaran karena gempa Pangandaran pada 2006 terjadi di bidang kontak antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Sedangkan gempa tadi terjadi di dalam lempengnya atau disebut sebagai interplate," terang Irwan.

Dugaan gempa Cilacap terjadi di dalam plate adalah karena sudut gempanya yang curam. Menurut Irwan sudutnya sekitar 34 derajat. Sedangkan gempa Pangandaran, sudut gempanya sekitar 12 derajat.

Peringatan tsunami sempat dikeluarkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) saat gempa mengguncang di Cilacap tadi pagi adalah tepat. Sebab gempa terjadi di lautan dengan skala lebih dari 6,5 SR dan memiliki kedalaman yang dangkal.
Dari detik.com
"Pada saat gempa Pangandaran, mekanisme gempanya adalah sesar naik atau thrust. Sedangkan yang tadi pagi sesar turun. Ini mekanismenya berbeda," sambung Irwan.

Gempa di Cilacap juga dirasakan warga di kota-kota lainnya seperti Jakarta, Yogyakarta, Kebumen, Purworejo, Denpasar, Bandung dan Bogor, menurut Irwan bukanlah hal yang aneh. Karena gempa terjadi di dalam lempeng, maka lempeng itu efektif merambatkan gelombang. Karena itulah gempa terasa sampai jauh.

Gempa terjadi pada hari ini pukul 03.06 WIB di 293 km barat daya Cilacap atau 10.01 LS dan 107.69 BT. Pusat gempa berada kedalaman 10 km. Atas gempa ini BMKG sempat merilis potensi tsunami. Namun 1,5 jam setelah gempa peringatan tsunami dicabut. Peristiwa ini sempat membuat warga Cilacap panik. Mereka beramai-ramai menjauhi pantai dan menuju daerah yang lebih tinggi.

Monday, March 28, 2011

“Saya Tak Ingin Mati di Jepang”

Gempa dahsyat yang disusul gelombang tsunami di Jepang, menimbulkan kesan mendalam bagi Mikial Maulita yang saat ini sedang menuntut ilmu di sana. Bagi mahasiswi Universitas Waseda itu, ini adalah kali kedua ia merasakan musibah serupa. Sebelumnya, ia menjadi saksi dahsyatnya gelombang tsunami yang menggulung pesisir Aceh. Inilah nukilan pengalaman Mikial yang ditulis khusus untuk pembaca The Atjeh Post, Senin (14/3), tiga hari setelah setelah bencana itu datang.

11 Maret 2011, pukul 14.55 waktu Jepang. Saya masih berada di asrama mahasiswa di kota Tokyo ketika guncangan itu datang. Asrama tempat saya tinggal berguncang hebat. Saya yang saat itu sedang berada di kamar, langsung panik. Asrama terayun-ayun ke kiri dan ke kanan. Ayunan itu sangat kuat dan berlangsung lama.

Di pikiran saya langsung terlintas gempa dan tsunami dahsyat di Aceh lima tahun silam, tepatnya 26 Desember 2004. Saat itu yang terpikir hanya orang-orang tersayang di tanah air. Pikiran saya mulai melayang kemana-mana. Sempat terlintas, jika saya harus mati, jangan sampai saya mengembuskan nafas terakhir di Jepang. Itu sebabnya, saat saya menulis surat ini, saya bersyukur terlepas dari bencana itu.

Selang beberapa menit, dikabarkan telah terjadi gelombang tsunami di belahan utara Jepang, di Provinsi Miyagi dan Iwate.

Ketika musibah itu terjadi, yang pertama terkena imbas adalah matinya arus listrik, termasuk ke asrama tempat tinggal saya. Kemudian, disusul sinyal telepon genggam yang tidak berfungsi. Keadaan itu persis saat Aceh dilanda tsunami.

Parahnya lagi, matinya listrik di Jepang mengganggu semua aktifitas. Masyarakat negeri Sakura yg sejak pagi sudah berangkat kerja, tak tau bagaimana caranya pulang ke rumah mereka. Kereta api listrik sebagai alat transportasi andalan di Jepang, tak bisa beroperasi listrik padam.

Yang lebih memprihatinkan lagi, mereka yang menjadi korban gempa dan tsunami harus mempertahankan hidup dan melawan suhu udara yang sangat dingin di luar sana. Kasian sekali!

Sebenarnya bukan hanya itu saja musibah yang sedang menimpa negeri matahari terbit ini. Pada saat bersamaan, terbakar pula sebuah tangki minyak di propinsi Chiba. Kemudian disusul lagi dengan radiator nuklir yang meledak di propinsi Fukushima. Terakhir, di bagian selatan Jepang, di propinsi Kyusyu, ada gunung merapi yang sedang aktif.

Satu hal yang membedakan Jepang dengan Aceh, mereka tampaknya sudah dipersiapkan untuk menghadapi bencana seperti ini. Itu sebabnya, jika dibanding Aceh, korban jiwa di sini jauh lebih sedikit. Mungkin karena mereka sudah sering dilanda gempa.

Di tengah bencana beruntun yang menimpa negeri ini, saya tidak tau entah bagaimana nasib Jepang ke depan. Sebagai orang luar yang kini tinggal di negara itu, saya hanya berharap yang terbaik. Semoga doa dan dukungan dari masyarakat Aceh --sebagai daerah yang pernah mengalami hal serupa-- tak pernah putus untuk masyarakat Jepang.

Tokyo, 14 Maret 2011.