Tuesday, November 2, 2010

Meramal Gempa: Dari migas-indonesia.com

Rangkuman Diskusi
Meramal Gempa
Oleh Administrator

Pembahasan - Rovicky Dwi Putrohari"

Memperkirakan atau forecasting gempa dan banjir pasang yang benar adalah memperkirakan kapan terjadinya, dimana, seberapa besarnya. Namun pada kenyataannya semua itu tidak mudah diketahui, dengan pasti. Kali saya hanya menyinguung kapan saat-saat yang perlu diwaspadai itu, berdasarkan peredaran bulan. INI BUKAN RAMALAN .. hanya PREDIKSI .. :)

Mengintip (meramal) gempa dan banjir berikutnya dari peredaran bulan Silahkan dibaca disini :

http://rovicky.wordpress.com/2007/11/29/mengintip-gempa/

Masih ingat pengaruh bulan pada terjadinya gempa ? Kalau lupa boleh dibaca lagi Klik disini. Kalau masih ingat tentunya ngga heran dengan gempa di Sumbawa kemarin yang hanya mleset sehari dari perkiraan dalam gambar itu kaan ? Coba tengok lagi disini.

:( "Wah Pakdhe, ternyata pengaruh bulan terhadap bumi cukup signifikan ya ? :D "Lah hiya thole. Kamu tahu ngga banjir dua hari lalu yang menutup jalan Tol ke lapangan terbang Sukarno Hatta memutus transport Jakarta-Cengkareng juga karena peristiwa ini ?"

Banyak peristiwa alam di bumi dipengaruhi oleh benda langit. Bulan merupakan benda langit terdekat dengan bumi. Sebenernya bulan ini tidak hanya dekat jaraknya saja tetapi sudah seperti saudara dekat dengan bumi juga. Apa yang terjadi pada bulan akan dirasakan oleh bumi. Ketika bulan mendekat, bumipun bergetar.

Karena di mailist tidak menerima attachments silahkan baca disini

- http://rovicky.wordpress.com/2006/06/18/efek-bulan/

-http://rovicky.wordpress.com/2007/10/26/mengapa-efek-bulan-menjadi-pemicu-trigge\r-gempa/

- http://rovicky.wordpress.com/2007/10/26/awas-perigee/

- http://rovicky.wordpress.com/2007/05/21/gelombang-pasang-astronomi/

Tanggapan 1 - Budi Sudarsono

Pak RDP dan Rekans Anggota ML Migas Yth.,

Menarik membaca tentang hubungan gerakan bulan dengan kemungkinan gempa.

Saya jadi teringat berita di Elshinta sekitar dua minggu lalu, bahwa ada pejabat Pemda Bengkulu mengatakan ada seorang professor Brazil menulis surat kpd KBRI di Brazil, yang isinya meramalkan bakal terjadi gempa besar di Bengkulu yang disebabkan oleh terjadinya konyungsi planet=planet dgn matahari pada tanggal 23 Desember 2007.

Saya baca di internet bahwa ada ahli India yang juga mempunyai pendapat yang serupa, bahkan mengaku pernah meramalkan gempa berdasarkan kejadian seperti itu.

Namun menurut USGS, gaya gravitasi planet lain selain bulan adalah sedemikian kecilnya sehingga pengaruhnya dapat diabaikan.

Bagaimana duduk persoalannya ? Yang ahli India itu mengatakan bukan gaya gravitas yang bepengaruh tetapi momentum sudut = angular momentum.

Mohon pencerahan !

Tanggapan 2 - Rovicky Dwi Putrohari

Sebenernya ini sudah OOT dari migas. Pak Admin, kalau tidak diperbolehkan let me know ya.

Diskusi tentang pengaruh bulan terhadap kejadian gempa sebenarnya sudah lama. Yang saya tulis bukanlah yang pertama tentusaja. Dalam tulisan saya juga saya sitir beberapa penelitian "ilmiah"nya, masih statistical, yang bermakna korelasional, bukan kausal. USGS memang belum menaruh perhatian khusus tentang hal ini. Mungkin disebabkan karena evidence selama ini hanyala statistikal tadi. Bukan penelitian fisis (scientific physics). Maksudnya belum ada sebuah penelitian dengan menggunakan alat pengukuran dengan perhitungan mathematical relations. Sehingga seolah-olah kejadian gempa sehubungan dengan peredaran bulan hanyalah sebuah kejadian yang "kebetulan" saja.

Gelombang EM (Electro-Magnetic)

Ada sebuah penelitian yg mungkin juga hanya kebetulan juga yaitu, di Sanfrancisco, California ketika akan terjadi gempa sering ditandai dengan meningkatnya jumlah laporan kehilangan anjing dan kucing. Kisah anjing hilang ini sempat menjadi "mitos" yang berkepanjangan disana. Walaupun mungkin saja secara intuitif bisa saja kita bilang adanya gelombang EM yang mempengaruhi orientasi kucing dan anjing. Lah wong memang kenyataan saat ini penelitian gelombang EM untuk prediksi gempa juga marak, bahkan mengukur gelombang EM lewat satelit yang khusus diluncurkan utk riset ini. Tapi masak sih kita nanya sama kucing kalau akan ada gempa ? :)

Banyak juga filem-filem sci-fi yang menggunakan kemunculan gangguan EM sebagai salah satu clue (petunjuk) ketika akan muncul bencana. Kesan mistis selalu saja akan ada, bahkan akhirnya akan menjalar sebagai "mitos" dan seringkali justru meresahkan, karena tidak didukung penelitian yang menghasilkan keputusan yang tidak bias (unbiassed conclusions). Walaupun tidak dapat dikatakan 100% salah total. Tetapi ketika ada sebuah berita yang kadang ada benarnya dan banyak salahnya ini harus dibaca dengan proporsional.

Namun sekali lagi, bahwa banyak kejadian yang saat ini masih bersifat statistikal (kebetulan) yang belum dikaji secara ilmiah scientific. Maksudnya scientifik itu menggunakan alat ukur sehingga dapat dibaca tanpa adanya prejudice, kekhawatiran, bisa pemikiran dsb. Penelitian EM sendiri menunjukkan beberapa kemajuan. Hanya saja masih banyak yang menggunakannya sebagai "riset", belum bisa dikatakan applied.

Demikian juga dengan penelitian efek gravitasi akibat peredaran bulan dengan trigger gempa. Walaupun saya menuliskannya bulan sebagai sebuah "pemicu" gempa, menurut saya gejala gempa bersamaan dengan peredaran bulan belum bisa dikatakan sebagai sebuah prediksi ilmiah (yg dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah). Walaupun ga ada salahnya untuk mengantisipasi. Saya sendiri sadar 'science' selalu "datang terlambat" tetapi saya tetap tidak akan meninggalkan penelitian scientific ini karena lebih mudah dikontrol dan dikembangkan serta, tidak bias dengan mistis dan mitos.

Tanggapan 3 - ahmed syarif

Menanggapi masalah gempa.

Beberapa waktu yang lalu saya membaca (secara tidak sengaja) head line di salah satu surat kabar yang memprediksi adanya tsunami yang akan melanda jakarta. Kalo boleh tau itu berasal dari mana ya? apa gara2 krakatau? buat reka2 rekan yang ada di off shore gimana?

Monday, November 1, 2010

Kalau Ada Gempa Beginilah Tahapannya Untuk Bertindak

Yang Harus dilakukan ketika ada gempa

Detik pertama:
Gempa-gempa
- Tetap tenang
- Lindungi diri

Menit 1 - 2
Goyangan gempa sudah berhenti (rata-rata gempa tidak lebih dari 2 menit)
- Cek kompor, buka keran regulator gas
- Cek keluarga kita apakah dalam keadaan selamat
- Pakai sepatu/sandal
Bila berada di daerah pantai atau bukit yang rawan longsor begitu terjadi gempa segera mengungsi setelah memastikan kompor dipadamkan serta memadamkan listrik dari sumbernya.

Menit ke 3
Saling membantu dengan tetangga dekat
- Apakah ada kebakaran
- Apakah ada orang yang hilang
- Apakah ada orang yang sakit yang perlu bantuan untuk dikeluarkan dari dalam rumah
- Apakah ada orang yang terluka
- Apakah tidak ada api di sekitar kita
Lepas regulator gas dan padamkan listrik dari sumbernya
Hati-hati terhadap gempa susulan

Menit ke 5
Dengarkan informasi gempa dari radio atau TV fortable
- Dapatkan informasi yang akurat
- Sedapat mungkin tidak menggunakan telepon
- Mengungsi dengan berjalan
- Ketika berjalan hati-hati terhadap genting yang jatuh, pagar dan tiang listrik yang roboh dll

Menit ke 10 s/d beberapa jam
Gotong royong dengan tetangga
- Dalam pemadaman api dan penyelamatan korban
Siapkan alat pemadam kebakaran
Lepaskan sambungan regulator gas
Padamkan listrik dari sumbernya
Siapkan air dalam ember
Jangan masuk ke dalam rumah yang sudah rubuh/hampir rubuh
Selamatkan orang-orang yang perlu pertolongan seperti orang yang sakit.
lumpuh dll

Beberapa jam sampai Hari ke 3
- Makan dan minum dari makanan/minuman simpanan (bila kita menyimpan makanan/minuman cadangan)
- Mendapatkan informasi gempa yang tepat dari sumber informasi yang dipercaya
- Tidak masuk ke rumah yang sudah roboh/hampir roboh
- Tidak menggunakan kendaraan
- Tidak mendekati pagar tembok
- Saling berbagi dan saling tolong dengan tetangga sekitar
- Tolonglah orang-orang yang cacat, orang yang sudah tua.

Gempa Mentawai dan Merapi Meletus Terkait?


VIVAnews - Senin 25 Oktober 2010, pukul 21.42 WIB, sebuah gempa berkekuatan 7,2 skala Richter terjadi di barat daya Pulau Pagai, Mentawai, Sumatera Barat. Sebuah tsunami pun lahir, menghantam kawasan pantai barat gugusan kepulauan di kabupaten terluas di Sumatera Barat itu.

Kurang 24 jam, pada Selasa 26 Oktober 2010 pukul 17.02 WIB, Gunung Merapi mengeluarkan erupsi pertama setelah dari sebulan sebelumnya dinyatakan bahaya. Erupsi-erupsi menghasilkan awan panas yang kemudian diketahui menewaskan 29 orang termasuk Juru Kunci Merapi, Mbah Maridjan.

Apakah dua peristiwa alam ini terkait satu sama lain?

Pakar Geodesi dari Institut Teknologi Bandung, Hasanuddin Z Abidin, menyatakan kedua peristiwa ini berjauhan lokasinya. Menurutnya, terlalu spekulatif apabila menyimpulkan kedua bencana itu ada keterkaitan satu sama lain.

"Terlalu jauh. Saya rasa nggak berhubunganlah," kata Hassanudin dalam perbincangan telepon dengan VIVAnews, Rabu 27 Oktober 2010.

"Mentawai kita ketahui memang dari dulu sering terjadi gempa, sementara aktifitas Merapi itu pun memang ada siklusnya. Lagipula gunung-gunung yang lebih dekat dengan Mentawai seperti misalnya yang ada di Padang saja, itu tidak menunjukkan reaksi apa-apa terkait gempa Mentawai. Jadi menurut saya, terlalu spekulatif kalau menghubungkannya. Mungkin hanya kebetulan saja waktunya sangat berdekatan," kata Hasanuddin.

Ketika ditanya apakah akan ada gempa yang lebih besar lagi di Mentawai setelah gempa dahsyat yang terjadi 25-26 Oktober kemarin, Hasanuddin menegaskan hal itu bisa saja terjadi. "Itu biasa, suatu tempat kalau sudah pernah terjadi gempa pasti nanti akan terjadi lagi gempa di tempat itu. Cuma saja kapan waktunya ini yang susah diprediksi," katanya.

Variasi waktu gempa susulan itu berbeda-beda, tambah Hasanuddin. Bisa dalam hitungan jam, hari, bulan, bahkan ada yang tahunan.

"Biasanya kalau gempa yang besar, itu akan butuh waktu lama untuk terjadi gempa lagi. Mentawai kan kemarin kekuatannya 7,2 skala richter, termasuk besar, nah ini akan akan butuh waktu lama untuk terjadi gempa besar lagi. Makanya menurut saya tidak dalam waktu dekat ini akan terjadi gempa besar lagi, karena dia mesti menyimpan energi dalam waktu lama," kata Hasanuddin.

Pesisir Pantai Pagai, Kepulauan Mentawai, yang dilanda tsunami

Kawasan terkena tsunami di Mentawai


Penekanan Mitigasi

Hasanuddin menyatakan, yang paling penting dalam penanganan bencana ini adalah mitigasi. "Pemerintah seharusnya lebih care (peduli) dengan riset-riset kebencanaan yang di hulu," katanya.

Riset-riset hulu yang dimaksud itu adalah yang mengenai peringatan dini (early warning), studi potensi bencana, atau identifikasi bencana. "Kita sangat lemah dalam soal early warning. Menurut saya, pemerintah sangat kurang perhatian dalam mitigasi bencana. Saya sering gregetan," katanya.

Mestinya kalau pemerintah serius menaruh perhatian dalam mitigasi bencana, studi atau riset kebencanaan yang ada bisa bermanfaat untuk memperkirakan kapan terjadi bencana dan mengantisipasinya sehingga sedapat mungkin tidak ada kerugian dan korban yang besar.

Hasanuddin meminta pemerintah agar memasukkan juga studi kebencanaan sebagai prioritas perhatian. "Memang studi kebencanaan tidak menghasilkan uang, tetapi itu kan penting, karena bencana ini adalah bahaya laten dan dampaknya juga costly (biaya tinggi). Indonesia ini masuk daerah yang sering terjadi gempa. Jangan selalu repot bertindak setelah kejadian," katanya. (hs)
• VIVAnews

Wednesday, October 27, 2010

Riset Ilmiah Gempa Besar di Mentawai Masih Mengancam


Sumber: Kompas Cetak


KOMPAS.com — Gempa berkekuatan 7,2 skala Richter atau 7,7 Magnitude yang mengguncang Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Senin (25/10/2010) pukul 21.42.20 WIB lokasinya lebih ke utara dari pusat gempa 6,6 Mw pada September 2007. Pusat gempa ini lebih dekat ke major lock patch Mentawai yang berpotensi menimbulkan gempa besar 8,8 Mw.

Menurut laporan Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pusat gempa berada pada 3,61 Lintang Selatan-99,93 Bujur Timur. Kedalamannya 10 kilometer atau termasuk gempa dangkal. Lokasi episentrum itu berjarak 78 kilometer barat daya Pulau Pagai Selatan di Kepulauan Mentawai.

"Gempa kemarin bisa merupakan prekursor ke gempa lebih besar. Kelihatannya tinggal selangkah lagi ke klimaksnya. Mudah-mudahan masih hitungan tahun, bukan hari, minggu, atau bulan. Yang jelas, desakan pada 'Si Raksasa gempa Mentawai yang sudah matang itu' sudah semakin tinggi," kata Danny Hilman, pakar geologi dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Pusat gempa besar yang dimaksud Danny berada di bawah Siberut-Sipora-Pagai Utara. Analisis ini berdasarkan penelitiannya terhadap fenomena kegempaan tektonik di Sumatera sejak 1990-an.

Sementara itu, Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG Fauzi memperkirakan, rentetan gempa moderat antara 6 skala Richter (SR) dan 7 SR sejak beberapa tahun terakhir di dekat pusat gempa berskala lebih dari 8 SR itu memberikan efek mengurangi energi yang menekan di segmen itu.

Tsunami

Meski episentrum gempa berada di Zona Penunjaman, menurut Fauzi, tidak ada dislokasi permukaan dasar laut yang berarti hingga menimbulkan tsunami yang relatif besar. Beberapa jam setelah gempa berskala 7,2 SR itu, gempa susulannya hanya berkisar 5 SR.

Menurut laporan yang diterima Danny, gempa di perairan selatan Pulau Pagai Selatan ini menimbulkan tsunami hingga 3 meter di Pulau Pagai. Namun, tsunami di pesisir barat Sumatera, terutama di sekitar Padang, semakin rendah. Hal ini disebabkan gelombang pasang itu terhalang oleh Pulau Pagai-Sipora.

Data ketinggian tsunami tersebut berbeda dengan pasang surut yang terekam pada Stasiun Pasang Surut Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) di Padang dan Tanah Bala atau Nias Selatan. Kenaikan pasang surut yang terpantau di stasiun tersebut hanya 0,5 meter.

Sejarah tsunami Padang

Penelitian di pesisir barat Padang, yang dilakukan Danny Hilman dan Kerry Sieh dari California Institute of Technology Amerika Serikat, berhasil mengungkap terjadinya gempa dan tsunami di Padang.

Berdasarkan data sejarah, tsunami pernah menerjang Padang pada 10 Februari 1797 akibat gempa ber-Magnitude momen 8,4 hingga menewaskan sekitar 300 orang. Namun, dari penelitian pada kondisi terumbu karang diketahui, terjangan tsunami kedua terjadi pada 29 Januari 1833 dengan kekuatan 9,0. Tidak ada catatan berapa jumlah korban jiwa ketika itu.

Terumbu karang merupakan "perekam alam" bencana itu akibat naik-turunnya dasar pesisir pantai, akibat aktivitas tektonik, yaitu penunjaman Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia.

Pelepasan energi yang menimbulkan gempa besar akan diikuti proses penghimpunan kembali energi di tepi lempeng itu. Tekanan antarlempeng terus-menerus berlangsung. Maka dari itu, gempa akan terjadi lagi sampai batuan di daerah itu tak mampu menahan tekanan.

Setelah terjadi kenaikan permukaan, dalam hitungan ratusan tahun, bagian yang terangkat itu akan berangsur turun lagi sebagai akibat penekanan tadi. Jika permukaan dasar laut turun hingga merendam seluruh koral karena proses geologis dan tektonis itu, maka bagian atas koral tumbuh lagi. Turun-naiknya permukaan ini mengakibatkan bentuk mikroatol ini bagai topi khas Meksiko, sombrero.

Pola inilah yang dijadikan dasar untuk memprediksi periode kegempaan. Mereka memperkirakan, gempa besar diperkirakan bakal terjadi lagi pada 2033, pascagempa tahun 1833.

Pada tahun 1833, terjadi gempa berskala 8,9 SR hingga mengakibatkan Pagai Selatan mengalami pengangkatan 2 hingga 3 meter. Adapun gempa 2007 hanya mengakibatkan kenaikan paling tinggi 0,5 meter daratan Pulau Pagai Selatan.

Berdasarkan data global positioning system (GPS) yang terpasang di Pulau Pagai Selatan, menurut Danny, diketahui, bagian timur pulau itu mengalami kenaikan 30 sentimeter, sedangkan bagian barat naik 0,5 meter. Adapun Sipora mengalami kenaikan beberapa puluh sentimeter.

Mekanisme naiknya pulau-pulau di pesisir Padang dan turunnya kawasan pantai Bengkulu, Jambi, hingga Padang itu merupakan kejadian yang berulang setiap 200 tahunan, setiap terjadinya gempa besar.

Gempa itu sesungguhnya merupakan fenomena yang menunjukkan terjadinya proses pelentingan tepi lempeng Benua Eurasia yang tertekan oleh subduksi Lempeng Samudra Indo Australia. Kecepatan desakan lempeng itu sekitar 60 mm per tahun. Jadi, kita tetap harus waspada pada datangnya gempa.